Daisypath Anniversary Years Ticker
babies

06 Juli 2008

Aku, Dirimu, Dirinya

Saya melihat wanita itu dari kejauhan. Tak sengaja.
Maka saya terus berjalan.
Semakin saya melangkah, saya sadar bahwa saya akan semakin dekat dengan wanita itu,
yang nota-benenya berjalan berlawanan arah dengan saya -dan Andri-.
Saya meraih tangan Andri dan menaikkan dagu saya seraya sedikit membusungkan dada saya.
Kemudian sedikit tersenyum.

Tiba saatnya berpapasan dengan wanita itu,
namun wanita itu sama sekali tak bergeming.
Ah, saya hanya gede rasa.

"Ah" Suara itu akhirnya keluar juga.
Saya menghentikan langkah dan menoleh ke belakang.
Begitu juga dengan Andri.
"Andri? Nova?" Wanita itu sambil menunjuk ke arah kami dengan jarinya yang berkuku french menicure.
Rambutnya hitam sepinggang dan di catok keriting -saya tahu rambutnya lurus- bulu matanya lentik dengan smoky eyes, blush on dan lipsticknya pink tampak glossy. Saya yakin dia baru pulang dari kantor saat itu -dengan kemeja krem, rok hitam, dan high heels sekitar 7-10 centi-.

"Ya? Rissa?" Sahut saya. Sebut saja namanya Rissa, mantan Andri, suami saya, yang pernah melabrak saya dan kemudian mendapat malu karena Andri membela saya.
Ya, Rissa memang mantan suami saya tepat sebelum suami saya berpacaran dan menikah dengan saya.

Saya memandangnya dengan penuh percaya diri.
Percaya diri karena saat itu saya sudah menyandang gelar sebagai Mrs. Andri.
Saya menunggu apa reaksi Rissa.
Dan apa yang akan dilakukannya setelah dua tahun berselang sejak dia melabrak saya.

Ternyata dia hanya menanyakan kabar.
Kami jawab bahwa kabar kami baik -kami bahagia- dan kami bertanya balik padanya bagaimana kabar dia.
Dia menjawab,
dan kemudian pamit.
Dan berlalu.

Satu setengah jam kemudian saya dan Andri dalam perjalanan pulang.
Di tengah kota Jakarta yang begitu padat dan macet,
hujan turun.
Saya menyalakan radio.

"Jadi menurut lo gimana nih kalo mantan lo, atau mantan suami lo, tiba-tiba masuk dalam kehidupan rumah tangga lo berdua?" Tanya sang DJ.
Si penelepon menghembuskan napasnya.
Saya dan Andri saling berpandangan.
Kemudian saya membesarkan volume radio.

"Oke-oke aja." Jawab penelepon.
Saya mengkerutkan dahi saya. Merasa saya sedikit salah dengar karena di kantor telinga saya sudah penging saat bos memarahi para OB.
"Tapi sebagai apa dulu? As long nggak mencampuri kehidupan rumah tangga gue dan suami gue sih gue nggak masalah." Jawab si penelepon lagi.
"Tapi elo nggak khawatir atau gimana gitu?" Balas si DJ.
"Khawatir sih iya, tapi kalau kita khawatir terus nggak ada gunanya. Lebih baik pastiin posisi mantan sebagai apa."
"Tapi bagaimanapun juga, mantan itu kan orang yang pernah deket juga sama elo atau suami lo, secara nggak langsung dia juga tahu donk bagaimana elo atau suami lo." Pancing si DJ lagi.
"Ah, kalau gue sih bukan tipe orang yang penuh dengan kekhawatiran. Selama gue tau posisi mantan sebagai apa dan siapa, kemudian bagaimana gue dan suami gue bersikap selama berhubungan dengan mantan, gue rasa save. Lagian elo juga nggak jelasin kan mantan yang seperti apa? Kalau misalnya mantan gue deket lagi sama gue nggak apa-apa. Apalagi kalo dia deket sama gue urusan pekerjaan, misalnya dia mau konsultasi pernikahan. Lha wong gue ini kerja di wedding organizer kok."

Saya menghela napas.
Andri membunyikan klaksonnya tepat di depan rumah.

Sebelum tidur, saya bertanya pada Andri.
Pertanyaan yang sama yang dilontarkan oleh DJ itu.
Andri menjawab,
"Biarin mantan dan kita mau berhubungan seperti apa. Yang penting aku sudah menikah sama kamu. Artinya, kamu telah memenangkan hati aku, aku telah memenangkan hati kamu. Dan kita bukan piala bergilir. Hanya ada satu kemenangan untuk aku, dan untuk kamu."

"Never leave the one you love for the one that likes you, because the one that likes you will leave you for the person the love" - Joya

Tidak ada komentar: